Anggota Komisi I Apresiasi Jokowi Tunjuk Marsekal Hadi Tjahjanto Calon Panglima TNI


Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDI Perjuangan Charles Honoris mengapresiasi keputusan Presiden Joko Widodo memilih Marsekal TNI Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI.
Hadi akan menggantikan Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang memasuki masa pensiun pada Maret 2018.
"Keputusan itu sudah mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI bahwa posisi Panglima TNI sebaiknya dijabat secara bergantian dari tiap-tiap matra, yang sedang atau menjabat kepala staf angkatan," ujar Charles melalui pesan singkat, Senin (4/12/2017).
Keputusan Presiden tersebut dinilai sebagai langkah cepat dalam menjawab tantangan dan kebutuhan mendesak soal pertahanan negara.
Charles berharap, Hadi dapat melanjutkan agenda reformasi di tubuh TNI dan TNI menjadi semakin profesional dalam menjalankan tugasnya.
"TNI harus selalu sigap dalam menjawab setiap perubahan yang terjadi begitu cepat seperti geopolitik, geoekonomi, geostrategi kawasan dan persaingan global. Publik juga berharap agar pemerintahan Jokowi bisa segera merealisasikan Indonesia sebagai poros maritim dunia," ujar Charles.
Jelang tahun politik 2018 dan 2019, Charles sekaligus berharap agar Hadi dapat memastikan netralitas TNI.
Komisi I DPR selanjutnya akan melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan terhadap Hadi. Namun, ia belum dapat memastikan jadwalnya. Pihaknya akan melakukan koordinasi terlebih dahulu.
Sumber : Kompas

Anggota Komisi I: Pemerintahan Jokowi-JK Terus Jaga Pancasila


Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wapres Jusuf Kalla memasuki usia 3 tahun. Di tengah berbagai isu yang menggerus nilai ideologi bangsa, pemerintahan Jokowi-JK dinilai mampu menjaga Pancasila.

"Perjuangan ideologi pemerintahan Jokowi-JK untuk terus menjaga Pancasila dan memperteguh kebhinekaan," ujar anggota Komisi I DPR Charles Honoris kepada wartawan, Sabtu (21/10/2017).

Perjuangan tersebut menurutnya bukan hanya melalui slogan semata. Berbagai bentuk konkret dinilai Charles dilakukan Jokowi-JK, termasuk salah satunya dibuktikan dengan membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP).

"Serta membangkitkan kembali sejarah lahirnya Pancasila pada tanggal 1 Juni. Wajar dan sangat layak jika tingkat kepuasan dan kepercayaan terhadap pemerintahan Jokowi-JK semakin meningkat," tambah politikus PDIP itu.
Baca juga : Agus Temui Ahok Di Tahanan, Politikus PDI Perjuangan Bilang Begini

Charles menyoroti soal survei-survei yang menunjukkan tingginya kepuasan publik kepada pemerintahan Jokowi-JK dalam 3 tahun kepemimpinan mereka di tengah banyaknya tantangan yang dihadapi. Itu menurutnya tidak terlepas dari berbagai gebrakan dan kebijakan yang dilakukan Jokowi-JK.

"Pembangunan infrastruktur tidak hanya berpusat di Jawa tetapi sudah sampai wilayah-wilayah perbatasan dan terluar. Jokowi merupakan presiden dengan jumlah kunjungan kerja terbanyak ke wilayah-wilayah terluar dan wilayah timur Indonesia," tutur Charles.

Dia pun mengatakan, komitmen penegakan hukum dalam pemerintahan Jokowi-JK sudah terbukti nyata. Kinerja lembaga penegak hukum seperti Polri di era Jokowi-JK disebut Charles sudah jauh membaik.

"Program Saber Pungli menjadi momok bagi pelaku pungli di lingkungan pemerintah dari tingkat pusat sampai ke daerah," kata dia.
Baca juga : Trump Usir Korban '98, DPR: Indonesia Sudah Aman Kok

"Presiden Jokowi juga secara konsisten komit terhadap upaya-upaya pemberantasan korupsi dan menghadirkan pemerintah yang bersih dan transparan," sambung Charles.

Tak hanya itu, postur perekonomian Indonesia pada kepemimpinan Jokowi-JK dianggap semakin menguat. Meski belum sempurna, menurut Charles, perbaikan-perbaikan di bidang ekonomi saat ini kian menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan.

"Angka pengangguran Indonesia saat ini terendah dalam 18 tahun terakhir," tutupnya.
Sumber : Detik

Tak Rela Prabowo Tuding Jokowi Pencitraan Soal Rohingya


Politikus PDI Perjuangan Charles Honoris tak bisa menerima pernyataan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menuding pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) melakukan pencitraan dengan membantu etnis Rohingya yang kini di tempat-tempat pengungsian di Myanmar. Anggota Komisi I DPR yang membidangi urusan luar negeri itu bahkan menyampaikan pernyataan keras untuk mengkritik Prabowo.
"Statement Prabowo mengada-ada dan tidak berdasar. Pemerintahan Jokowi sedang melakukan segala upaya yang dimungkinkan untuk segera menghentikan siklus kekerasan di Rohingya," ujar Charles dalam pernyataan tertulisnya, Minggu (17/9).
Lebih lanjut Charles mengatakan, Presiden Jokowi sudah mengirim Menteri Luar Negeri Retno P Marsudi untuk menemui tokoh-tokoh penting di Myanmar, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi. Selain itu, pemerintahan Presiden Jokowi juga berupaya menggalang komunitas internasional untuk memberi tekanan kepada Myanmar agar menghentikan kekerasan terhadap warga Rohingya.
"Lalu saya ingin kembali bertanya kepada Pak Prabowo apa yang harus dikerjakan pemerintah agar tidak disebut pencitraan? Apakah harus mengirim pesawat temput untuk mengebom Yangon (kota di Myanmar, red)? Apakah harus mengirimkan prajurit TNI ke Myanmar untuk melakukan invasi militer? Atau apa?" ujar Charles.
Menurut Charles, Myanmar merupakan negara berdaulat sehingga untuk melakukan intervensi militer harus melalui mekanisme hukum internasional seperti resolusi Dewan Keamanan PBB. Karena itu, katanya, pemerintah Indonesia berupaya maksimal melalui opsi-opsi yang tersedia untuk menghentikan siklus kekerasan di Myanmar.
Charles pun mengingatkan semua pihak tidak menunggangi isu Rohingya untuk komoditas politik. "Saya berharap tidak ada pihak-pihak yang menggunakan cara-cara murahan seperti menunggangi isu Rohingya untuk mendegradasi kerja-kerja pemerintahan Jokowi-JK," pungkas anak buah Megawati Soekarnoputri di PDIP itu.
Sebelumnya Prabowo saat ikut Aksi Bela Rohingnya di kawasan Silang Monas, Jakarta Pusat, Sabtu (26/9) menganggap bantuan kemanusiaan untuk etnis minoritas muslim di Myanmar itu hanyalah bentuk pencitraan. Prabowo beralasan, pemerintah Indonesia semestinya bisa disegani sehingga bisa melakukan upaya maksimal dalam membantu warga Rohingya yang terusir dari Myanmar.
Sumber : JPNN

Indonesia Still Debating Legal Loophole Allowing Terror Suspects To Go Free


In the early hours of Jun 25 this year, as Indonesia ushered in the holy Eid Fitr celebrations, two men scaled the fence of a police headquarters in Medan, North Sumatra and shouted “Allahu Akabar” (God is great) before stabbing an officer dead.
The attackers then tried to burn down the regional police headquarters before police opened fire, killing one of the attackers and wounding another.
The surviving attacker, Syawaluddin Pakpahan, 43, was a returnee from Syria who fought with the Free Syrian Army (FSA) for some six months before returning home at the end of 2013, Indonesian police said. 
When Pakpahan returned home, he was not detained by the police. Under Indonesia’s anti-terrorism law 15/2003, terror activities committed outside of the country cannot be prosecuted back home.
“Authorities knew Pakpahan is a returnee from Syria. But under the terrorism law, the police have no right to detain him unless he has committed a crime in Indonesia,” a counter-terrorism source told Channel NewsAsia, adding that Pakpahan has since been held following the Medan attack.
The gap in the terrorism law poses problems for Indonesia in its fight against militants and members of the Islamic State (IS), with ramifications for the rest of the region.
Around 400 returnees from Syria, some of whom were involved with IS, are not detained in the world’s largest Muslim country.
“Even if they (returnees) beheaded someone in Syria, under the current law we have no right to detain them unless they committed acts of terror in Indonesia,” Indonesian national police chief spokesman Setyo Wasisto, told Channel NewsAsia.
“The fact that they are free is dangerous as some of the returnees are radical and can brainwash others. They return home, lie low and become sleeping cells. When the moment is right, when they have weapons, they will launch attacks,” said Wasisto.
In Singapore, IS suspects can be held under the Internal Security Act (ISA) which provides for detention without trial for up to two years. In Malaysia, there are 8 returnees from Syria who were held under the Security Offences (Special Measures) Act 2012 (SOSMA), which provides for detention for up to 28 days. All eight have since been brought to trial and jailed, according to police.
Medan attacker Pakpahan was a classic example of a militant who lied low for years.
“He was monitored for three years. During that time, he did not join any militant network. There was nothing suspicious about his behavior. Perhaps that is a skill acquired from Syria,” said the counter-terrorism source.
“He took us by surprise. He was inspired to launch the knife attack following calls from IS to carry out attacks via the internet,” the source added.
“Out of the 400 returnees, police are monitoring around 300 for links to IS,” said police spokesman Martinus Sitompul.
The returnees are also not banned from travelling as they retain the right to hold their passports, worrying regional security officers over the possibility of radicalized individuals travelling to neighbouring countries to launch attacks.
“This is worrying as the returnees could potentially travel to Malaysia, Singapore, southern Philippines, sneak in and launch attacks,” aregional security source told Channel NewsAsia.
“They could also go to Marawi in the southern Philippines and take part in the fight there,” the security source added.
The city of Marawi is under siege by pro-ISIS militant groups which have held off the military for almost three months. The fighting has killed more than 700 people and drawn foreign fighters from Malaysia, Indonesia, Chechnya and Yemen.
Analysts have warned that IS has plans to carve out territory for the group in the southern Philippines as the area is awash with weapons and has many ungoverned spaces.
Indonesia’s terrorism law was hastily drawn up in 2003 in the aftermath of the 2002 Bali bombings which killed 202 people, to give a legal framework for Indonesian police to hunt and prosecute the perpetrators.
The law is seen by some observers to be lacking in preventive measures and inadequate in dealing with evolving terror threats.
While the law makes it illegal for anyone to run a terrorist cell, it falls short of extending punishment to anyone pledging support to or joining groups such as IS.
Revisions to the law are currently being debated in Parliament , a process which has taken more than a year. Lawmakers recently said they expect the debate to be completed by September.
President Joko Widodo has called upon Parliament to speed up the conclusion of the debate following twin suicide bombings in May at the Kampung Melayu bus terminal in Jakarta which killed three police officers and the two attackers.
In the meantime, terror threats have grown and taken on greater urgency as IS loses territories in the Middle East, driving its Asian foreign fighters to return home, radicalized and equipped with para-military training.
Amongst the proposed amendments is the right for authorities to detain and confiscate the passport of citizens who went abroad to join militant groups.
They also face the prospect of a maximum jail sentence of 15 years, if found guilty of taking part in paramilitary training inside and outside of the country, with the aim of planning or carrying out acts of terrorism. 
“Syrian returnees who are IS ideologues are the most dangerous as they are very radical. They consider everything at home (in Indonesia) to be infidel - infidel government, fellow Muslims who don’t share their views are also infidels,” said independent terrorism analyst Hasibullah Satrawi.
“The urge to carry out attacks against what they consider to be infidel is very strong. It is part of their breathing,” said Hasibullah.
“It is important for them to undergo the legal process so that if they are jailed, they can receive rehabilitation to undergo a de-radicalisation programme. Having said that, it is very difficult to rehabilitate the ideologues,” said Hasibullah.
IS returnees who subscribe to the terror group’s ideology reject the teachings of Muslim clerics who are not from IS, according to Hasibullah.
Charles Honoris, a legislator from the Indonesia Democratic Party-Struggle (PDIP), said the amendments also seek to criminalise hate speech, which he viewed as a root of terrorism.
“Police will then be able to prosecute hate speech and intolerance which are the roots of terrorism and radicalization as it spreads hatred,” Honoris told Channel NewsAsia.
Sumber: CHANNELNEWSASIA

Pernah Minta Jangan Jadi Dubes di Wilayah Konflik, Yuddy Chrisnandi Bakal Ditugaskan di Ukraina


Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menerima 23 nama yang diajukan sebagai duta besar.

Di antara nama-nama tersebut muncul politikus Golkar Tantowi Yahya sebagai calon Dubes Selandia Baru, dan mantan Menpan-RB Yuddy Chrisnandi sebagai calon Dubes Ukraina.

"List tersebut memang sudah diserahkan ke DPR," kata anggota Komisi I Charles Honoris melalui pesan singkat, Minggu (27/11/2016).

Charles mengatakan, para calon duta besar tersebut akan mengikuti fit and proper test di Komisi I DPR. Sifat fit and proper test itu hanyalah sebagai pertimbangan untuk pemerintah.

"Komisi I DPR belum menggelar rapat penjadwalan fit and proper test. "Belum ada," ujar Charles.

Sementara, Tantowi Yahya membenarkan namanya masuk sebagai calon Dubes Selandia Baru.

"Sepertinya begitu," ucap Tantowi.

Tantowi akan mengundurkan diri sebagai anggota DPR bila hal itu terjadi. Ia kini duduk sebagai anggota Komisi I DPR. Rencananya, Tantowi bertugas sebagai duta besar mulai Januari 2017.

Hal yang sama dikatakan Yuddy Chrisnandi.

"Ya, untuk fit and proper test dalam waktu dekat," cetusnya.

Yuddy mengaku diundang Kementerian Luar Negeri terkait posisi duta besar.

Sebelumnya, politikus Partai Hanura itu mengaku mendapatkan tawaran dari Presiden Joko Widodo untuk tetap membantu pemerintah selepas menanggalkan jabatannya sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Tawaran itu disampaikan Presiden Jokowi kepada Yuddy kala memanggil sejumlah menteri ke Istana Negara, Jakarta, pada 26 Juli 2016.

"Jadi prosesnya itu semalam saya diminta bertemu dengan Pak Presiden. Saat bertemu, beliau menyampaikan bahwa ada situasi internasional, tekanan ekonomi global, kondisi, dan situasi politik nasional yang mengharuskan pemerintah melakukan percepatan dan perubahan, sehingga Pak Presiden mengatakan kepada saya mohon maaf," kata Yuddy di kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta, 27 Juli 2016).

Yuddy mengatakan, pernyataan Presiden kepada dirinya terhenti pada kata "mohon maaf". Namun, dirinya sudah bisa memahami maksud Presiden ingin menggantinya dari kursi kabinet.

"Presiden tidak meneruskan permohonan maafnya, tapi saya paham. Saya lalu mengatakan kepada Pak Presiden tidak ada masalah sama sekali, saya ikhlas dan bahkan berterima kasih kepada beliau sudah diberikan kesempatan membantu kabinet selama kurun waktu hampir dua tahun," papar Yuddy.

Selanjutnya, dalam pertemuan yang dihadiri Wapres Jusuf Kalla dan Menteri Sekretaris Negara Pratikno itu, Yuddy mengaku turut menyampaikan permohonan maafnya manakala ada hal-hal tidak berkenan serta ada harapan Presiden yang tidak terlaksana selama dirinya menjabat Menteri PANRB.

Dalam pertemuan itu, menurut Yuddy, Presiden berharap agar dirinya tetap membantu pemerintahan.
"Beliau bertanya kira-kira saya ada ekspektasi bertugas di mana. Saya mengucapkan terima kasih.

Saya katakan kalau Pak Presiden percaya kepada saya, cukuplah saya menjadi duta besar, agar saya memiliki banyak waktu untuk menulis," beber Yuddy.

Menurut Yuddy, respons Presiden atas harapannya itu terlihat positif yang tergambar dari kegembiraan raut wajah Jokowi.

"Saya melihat Pak Presiden tanggapannya sangat gembira. Menjadi duta besar di negara kecil juga tidak apa-apa, saya jadi punya kesempatan menulis dan lebih banyak waktu mengajar, karena saya guru besar di Universitas Nasional, jadi harus terus mengajar," jelasnya.

Namun, Yuddy Chrisnandi sempat mengaku enggan menjadi duta besar di negara rawan konflik atau penculikan, seperti Filipina yang menjadi markas kelompok teror Abu Sayyaf.

"Kalau bisa, ya, jangan negara yang ada penculikan-penculikan dong, tidak sekalian kamu tawarin saya ke Afganistan atau ke Suriah," seloroh Yuddy.

Berikut 23 nama calon dubes Indonesia yang diajukan ke DPR:
1. Tokyo: Arifin Tasrif
2. Athena: Ferry Adamhar
3. Bogota: Priyo Iswanto
4. Canberra: Kristiarto Legowo
5. Dili: Sahat Sitorus
6. Geneva: Hasan Kleib
7. Kabul: Mayjen Dr Ir Arief Rachman
8. Kolombo: Ngurah Ardiyasa
9. Kiev: Prof Dr Yuddy Chrisnandi
10. Manama: Nur Syahrir Rahardjo
11. Roma: Esti Andayani
12. Seoul: Umar Hadi
13. Wina: Darmansjah Djumala
14. New Delhi: Arto Suryodipuro
15. Dhaka: Rina Soemarno
16. Amman: Andy Rachmianto
17. Bratislava: Wieke Adiwoso
18. Dar Es Salaam: Prof Radar Pardede
19. Wellington: Tantowi Yahya
20. Zagreb: Sjachroedin ZP
21. Astana: Rachmat Pramono
22. Tunis: Ikrar Nusa Bhakti
23. Kuala Lumpur: Rusdi Kirana

Sumber : Wartakota

Jokowi Sudah Berhitung Matang Pilih Budi Gunawan Kepala BIN


Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno sudah mengirimkan surat ke DPR untuk pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Dalam surat itu Jokowi mengajukan nama Komjen Pol Budi Gunawan sebagai pengganti Sutiyoso.
Anggota Komisi I DPR Charles Honoris yakin Jokowi sudah mempertimbangkan dengan matang sehingga mengajukan nama Budi Gunawan. Apalagi, Budi Gunawan termasuk perwira senior di Kepolisian.
"‎Saya yakin presiden sudah berhitung secara matang menunjuk Pak BG (Budi Gunawan)sebagai Kepala BIN," ujar Charles di DPR, Jumat (2/9/2016).
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mengingatkan tugas utama Budi Gunawan setelah dilantik adalah mengatasi ancaman terhadap pertahanan negara.
Maka itu, kata dia, Budi Gunawan perlu menjalin kerja sama dengan Kepolisian dalam menghadapi terorisme yang mengancam pertahanan dan keamanan negara.
"Saya percaya Pak BG bisa menerapkan pendekatan-pendekatan efektif terhadap ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan terhadap Indonesia," ucapnya.
Selain itu, sambung dia, Charles menganggap kehadiran Budi Gunawan akan membawa angin segar bagi BIN, dengan pendekatan-pendekatan yang lebih efektfif dalam upaya menangkal berbagai ancaman.
"Saya percaya Pak BG bisa menerapkan pendekatan-pendekatan yang lebih efektif terhadap ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap Indonesia," tegasnya.
Menurut Charles, tantangan BIN ke depan adalah memperbaiki koordinasi dengan lembaga penegak hukum lainnya, terutama dalam penanganan terorisme. Fungsi intelijen baginya punya peran penting dalam upaya memerangi gerakan radikal.
"Sinergi yang baik antara BIN dan Polri akan membuat upaya penanganan kasus terorisme lebih efektif," ungkapnya.
Sumber : Okezone

PERISTIWA:Charles Honoris apresiasi TNI ledakkan 3 kapal asal Vietnam

Merdeka.com - Presiden Joko Widodo menginstruksikan TNI menindak tegas kapal asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia. Sebagai implementasinya, pagi tadi, dua kapal perang andalan TNI AL, KRI Barakuda dan KRI Todak, meledakkan tiga kapal asing asal Vietnam yang biasa mencuri ikan di perairan Indonesia.

Anggota Komisi I DPR Charles Honoris menilai, tindakan keras terhadap kapal asing pencuri ikan memang sudah seharusnya dilakukan pemerintah. Karenanya, politikus PDIP ini mengapresiasi instruksi Jokowi itu.

"Kami mengapresiasi instruksi Presiden Jokowi. Memang sudah saatnya pemerintah bertindaktegas. Tentu tujuannya agar mereka (para pencuri ikan) tak berani lagi mencuri kekayaan laut di perairan kita," kata anggota Charles Honoris kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (5/12).

Menurutnya, sikap tegas Jokowi itu juga sebagai bentuk komitmen untuk mewujudkan kejayaan poros maritim Indonesia.

"Tentunya kita pun harus mengapresiasi keberanian TNI AL menindak tegas mereka. Sebab tindakan itu memang harus dilakukan dalam upaya melindungi kekayaan laut milik Indonesia dan sekaligus menjaga Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)," katanya.

Dia yakin tindakan tegas itu tak akan mengganggu hubungan bilateral Indonesia dengan negara asal kapal tersebut.

"Prosedur penenggelaman kapal juga diatur berdasarkan regulasi Internasional, seperti penyelamatan awak kapal, inventarisir peralatan dan perlengkapan kapal, pendokumentasian sebagai bukti untuk berita acara," katanya.

Menurutnya, jika instruksi Jokowi itu sukses dilaksanakan maka akan berdampak positif bagi Indonesia. Sebab, kekayaan laut Indonesia akan terselamatkan.

"Ratusan triliun kekayaan laut Indonesia bisa diselamatkan oleh kerjasama yang apik oleh TNI dan kementerian terkait," katanya.
Sumber: Merdeka
http://www.merdeka.com/peristiwa/anggota-komisi-i-apresiasi-tni-ledakkan-3-kapal-asal-vietnam.html

kabar charles honoris

ASK

Popular Posts